Selasa, 27 Desember 2011

Rusdi Kirana 2

Rusdi Kirana, Founder & Presdir Lion Air

Presiden AS Barrack Obama berpidato usai menyaksikan penandatanganan pembelian pesawat Boeing oleh Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana (kiri) dan CEO Boeing, Jim Albaugh (tengah), Nusa Dua, Bali, Jumat (18/11/2011).
Penampilan sederhana Rusdi Kirana terkadang mengecoh orang bahwa dia adalah orang nomor satu di maskapai penerbangan Lion Air. Tangan dingin pria bersahaja yang ramah dan humoris itu berhasil membesarkan perusahaan penerbangan yang memiliki sekitar 53 rute domestik maupun internasional. Berikut perbincangan Rusdi Kirana dengan Jawa Pos (Grup Batam Pos).
Saat ini, nama Rusdi makin banyak dicari setelah perusahaan penerbangan yang dibentuk pada Oktober 1999 itu memesan 230 burung besi dari Boeing dengan nilai transaksi USD 21,7 miliar (sekitar Rp194 triliun). Transaksi tersebut merupakan order pesawat komersial terbesar dalam sejarah Boeing.
Lion Air yang didirikan Rusdi bersama kakaknya, Kusnan, tersebut merupakan cerita kesuksesan bisnis penerbangan di tanah air. Banyak rintangan yang harus dilalui bapak tiga anak itu untuk sampai di posisi saat ini. Tantangan Rusdi memiloti perusahaan dengan 11 ribu karyawan tersebut terbilang berat.
”Saat ini, transportasi udara merupakan kebutuhan,” papar Presdir Lion Air itu saat berkunjung ke redaksi Jawa Pos, Selasa (29/11).
Apa tujuan membeli 230 pesawat Boeing?
Berbeda dari pemerintah yang memiliki rencana pembangunan lima tahunan, di Lion Air, strategi bisnis dipilih periode sembilan tahunan. Pada kurun 2007-2016, kami berencana memiliki 178 Boeing 737-900ER yang diantar bertahap. Karena itu, kami memesan 230 pesawat Boeing yang pengirimannya mulai 2017 hingga 2026.
Itu kami lakukan karena membeli pesawat tak bisa dengan sistem pesan sekarang besok jadi. Ada contoh satu tipe pesawat yang diluncurkan tahun ini, pesan sekarang, tapi barangnya baru sampai 2016. Dengan rencana penambahan armada, Lion Air sudah memiliki amunisi untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk pilot, kami bisa langsung merekrut dan menggaji mereka. Berbeda dari pesawat yang harus menunggu.
 Mengapa pesan dalam jumlah besar?
Itu bukan jumlah besar. Sebab, jika dibanding maskapai lain di negara tetangga yang luas wilayah maupun jumlah penduduknya lebih kecil, mereka memiliki armada besar. Ini upaya kami untuk bersaing secara internasional dan menyambut skema open sky 2015.
 Apakah infrastruktur di Indonesia sudah siap?
Saat ini, pemerintah menyadari pentingnya transportasi melalui udara. Karena itu, sudah ada pembangunan bandara baru, pelebaran bandara, hingga menambah jam operasi masing-masing bandara.
Bagaimana pertumbuhan jumlah penumpang?
Saat ini, transportasi udara merupakan kebutuhan. Apalagi, dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan ekonomi nasional. Naik pesawat dilakukan untuk memenuhi semua kebutuhan. Potensi penumpang perusahaan penerbangan ya penduduk Indonesia yang sampai 240 juta itu.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi menjadikan masyarakat makin mampu menggunakan transportasi udara. Pada 2010, tercatat kenaikan penumpang mencapai 30 persen. Tahun ini diperkirakan bisa 35 persen. Untuk tahun depan, bila growth GDP 6,3 persen, minimal naik 25 persen bisa tercapai. Untuk Lion Air, pada 2011, kami berharap bisa mengangkut 26?27 juta penumpang atau sekitar 85 ribu orang per hari.
Dengan Boeing baru, apakah Lion Air masih identik dengan LCC (maskapai murah)?
Dulu, terbang diidentikkan dengan biaya mahal. Namun, sejak adanya Lion Air dan anak perusahaan Wings Air, penumpang membayar dengan lebih terjangkau sesuai dengan kebutuhannya. Kami terus mempertahankan konsep bisnis ini. Apalagi, ada kemungkinan nanti harga tiket pesawat bisa nol. Dulu, tidak terbayang jika ingin makan di pesawat harus beli, sehingga bisa saja pada masa depan masuk toilet pesawat harus bayar. Misalnya, kalau ke toilet harus pakai kartu kredit. Hahaha…
Saat ini, jumlah orang yang mau bayar mahal untuk naik pesawat makin berkurang, tapi masih ada. Karena itu, pada 2013, kami akan mengoperasikan Space Jet yang merupakan maskapai full service. Dengan pesawat Space Jet, kami akan memasang jaringan internet dan video on demand. Jika ingin menggunakannya, penumpang harus membayar lagi. Space Jet akan melayani rute luar negeri pada 2014.
Persaingan harga antarmaskapai penerbangan yang semakin ketat membuat kami harus pintar-pintar memberikan harga. Dulu, kami menyediakan makanan dan minuman. Saat itu, ada beberapa komplain yang masuk mengenai masakan yang tidak enak atau basi. Saya heran apakah permintaan yang macam-macam itu bermaksud menyamakan kami seperti warung nasi padang yang bisa memenuhi segala kebutuhan mereka.
Setelah itu, diputuskan untuk memberikan roti cokelat saja. Eh, teman saya bilang, ”Berkali-kali naik Lion Air dalam satu hari yang sama masak sajiannya hanya roti cokelat. Emang enggak ada yang lain apa?
Kemudian, saya putuskan untuk hanya memberikan air kemasan. Tapi, ada yang bilang kepada saya: ”Kok kayak di ambulans, cuma air putih doang?” Akhirnya, saya tidak memberikan makanan-minuman dan sekarang malah tak ada komplain yang masuk. Hahaha…
Persaingan bisnis dengan kompetitor?
Bukan persaingan bisnis yang saya takutkan. Sama seperti semua maskapai penerbangan lain, saya paling takut pada yang namanya accident (kecelakaan). Setiap pagi rasanya selalu malas dan takut baca e-mail atau melihat berita. Takut ada laporan kecelakaan pesawat.
Apalagi, setiap hari ada sekitar 518 penerbangan kami yang mengangkut 85.000 orang. Kami harus mengantar dengan selamat sampai tujuan. Sementara itu, accident bisa disebabkan kondisi alam maupun manusia. Tapi, yang selalu pasti disalahkan adalah perusahaan penerbangan.
Suka-duka mengangkut jutaan penumpang?
Saya tidak suka dengan e-mail yang masuk yang intinya berbunyi komplain. Dengan jutaan penumpang, sulit untuk bisa memuaskan semua. Jadi, jika ada yang seperti itu, saya serahkan kepada direksi lain untuk diselesaikan. Tapi, e-mail yang mengucapkan terima kasih kepada Lion Air pasti akan kami pajang di kantor. Sebab, semakin banyak semakin bagus untuk kami.
Jika dipikir, berkerja di airlines pasti stres berat karena banyak komplain dan permintaan. Kalau soal kompetisi, saya tidak terlalu pusing karena peluang masih sangat besar. Karena itu, saya bisa saja ke kantor dua kali dalam seminggu. Biar semua diurus sama manajemen yang berkompeten.
Bagaimana menghadapi penumpang yang komplain?
Banyak cerita lucu yang berkaitan dengan penumpang. Ada cerita, saat dulu kami awal-awal terbang ke Medan, seorang penumpang terlambat check-in. Petugas menyatakan sudah terlambat dan tidak bisa terbang. Tapi, si penumpang malah membalas, ”Hei, jangan bohong kau, itu pesawatnya masih ada di situ.”
Ada juga saat pramugari menyediakan minuman bersoda kepada penumpang. Kami tidak memberikan gelas besar karena takut tidak habis. Ada seorang penumpang yang meminta minum soda. Tak beberapa lama, dia kembali memanggil pramugari lewat bel meminta minumannya ditambah. Kemudian, dia memanggil lagi meminta tambah minuman. Sampai akhirnya penumpang itu bilang, ”Sudah, botolnya ditinggal di sini saja.”
Selain armada, bagaimana dengan kru?
Kami juga berusaha memberikan layanan terbaik melalui pramugari. Misalnya, dari sisi penampilan. Di Wings Air, pada 2007, seragamnya berupa kaus ketat. Karena itu, ada penumpang yang minta dibantu memasukkan bagasi ke kabin atas. Tujuannya, supaya bisa melihat bagian tubuh yang tak tertutupi.
Bahkan, ada pramugari yang punya temporary tattoo di bagian perut yang bertulisan ”Halo Selamat Datang” dan langsung terlihat. Hahaha… Itu membuat manajemen dipanggil anggota dewan. Ada anggota dewan yang memprotes keras seragam pramugari kami. Supaya lebih menarik, kami juga merancang rok pramugari Lion dengan belahan panjang. Hahaha?
Apakah open sky bakal menguntungkan Indonesia?
Lokasi Indonesia sangat strategis. Namun, karena belum ada open sky, maskapai kami tak bisa memanfaatkannya. Rencananya, open sky berlaku pada 2015 di kawasan ASEAN berupa pembukaan wilayah udara antara sesama anggota. Bila open sky bisa dipercepat, kami bisa terbang ke negara lain. Open sky bukan ancaman. Sebab, maskapai asing hanya transit, misalnya di Indonesia, dan kita bisa melakukan hal yang sama. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar