Minggu, 09 Desember 2012

Imunoglobulin IgM IgG

What It Is

An immunoglobulin test measures the level of certain immunoglobulins, or antibodies, in the blood. Antibodies are proteins made by the immune system to fight antigens, such as bacteria, viruses, and toxins.
The body makes different immunoglobulins to combat different antigens. For example, the antibody for chickenpox isn't the same as the antibody for mononucleosis. Sometimes, the body may even mistakenly make antibodies against itself, treating healthy organs and tissues like foreign invaders. This is called an autoimmune disease.
The five subclasses of antibodies are:
  1. Immunoglobulin A (IgA), which is found in high concentrations in the mucous membranes, particularly those lining the respiratory passages and gastrointestinal tract, as well as in saliva and tears.
  2. Immunoglobulin G (IgG), the most abundant type of antibody, is found in all body fluids and protects against bacterial and viral infections.
  3. Immunoglobulin M (IgM), which is found mainly in the blood and lymph fluid, is the first to be made by the body to fight a new infection.
  4. Immunoglobulin E (IgE), which is associated mainly with allergic reactions (when the immune system overreacts to environmental antigens such as pollen or pet dander). It is found in the lungs, skin, and mucous membranes.
  5. Immunoglobulin D (IgD), which exists in minute amounts in the blood, is the least understood antibody.
IgA, IgG, and IgM are frequently measured simultaneously. Evaluated together, they can give doctors important information about immune system functioning, especially relating to infection or autoimmune disease.

Why It's Done

Once an antibody is produced against a specific antigen, the next time that antigen enters the body, the immune system "remembers" its response and produces more of the same antibodies. In that way, checking for the presence of specific immunoglobulins in the blood can be helpful in diagnosing or ruling out infections or certain other illnesses.
Doctors also rely on the immunoglobulin test as one of the tools to help diagnose immunodeficiencies (when the immune system isn't working properly). A person can be born with an immunodeficiency or acquire it through infection, disease, malnutrition, burns, or as a side effect of medications. Doctors may suspect an immunodeficiency in a child who experiences frequent or unusual infections.
Immunoglobulin levels are also used as part of an evaluation for autoimmune conditions such as rheumatoid arthritis, lupus, and celiac disease.


Saat kita terinfeksi, tubuh kita akan memproduksi antibodi. antibodi yang pertama muncul adalah Ig M. makanya kalo ada Ig M, artinya infeksinya baru nih, walaupun Ig M bisa bertahan sampai 2 bulan semenjak infeksinya muncul, jadi cuma jadi bahan patokan kasar aja. Abis itu, barulah muncul Ig G.
Begini cara penafsirannya:
1. saat diperiksa, hanya Ig M aja yang terdeteksi –> mungkin infeksinya baru, jadi Ig G belum kebentuk.
2. saat diperiksa, Ig M dan Ig G terdeteksi –> artinya infeksinya uda lebih lama, jadi Ig G uda kebentuk sementara Ig M belum ilang.
3. saat diperiksa, hanya Ig G yang terdeteksi –> artinya infeksinya uda lama, jadi tinggal Ig Gnya aja yang masih ada, Ig Mnya uda ilang. Ig G ini berfungsi sebagai memori pertahanan tubuh, jadi lain waktu mendapat infeksi yang sama, uda bisa cepat dilawan karena uda ada Ig Gnya. jadi jangan
mengobati Ig G positi.

Arti IgM dengue pada pemeriksaan demam berdarah, adalah Pada saat ini bila positif menunjukkan bahwa penderita mengidap Demam Berdarah, Bila negatif bahwa penderita tidak ATAU BELUM terdeteksi demam berdarah (bila terlalu dini mengambil sampel darah, hasilnya bisa negatif padahal penderita mengidap demam berdarah)

Sedang IgG menunjukkan positif bila penderita pernah menderita demam berdarah sebelum pemeriksaan saat ini.
Kalau negatif artinya penderita baru pertama kali menderita demam berdarah dengan syarat IgM-nya positif. bila IgM-nya negatif artinya penderita bukan mengidap demam berdarah dan belum pernah mengidap Demam berdarah.

Senin, 03 Desember 2012

Negosiasi

DALAM usaha untuk memenangkan persaingan, sangat diperlukan keahlian untuk melakukan negosiasi. Apalagi, jika menyangkut bisnis. Sebab, makin pandai Anda dalam bernegosiasi maka akan semakin efisien dan efektif, sehingga akan menghasilkan buah yang menguntungkan.

Begitu juga dalam berjualan salah satu kemampuan yang cukup penting yang harus Anda miliki adalah bagaimana Anda bernegosiasi dengan partner bisnis atau calon prospek Anda.

Berikut akan saya jelaskan di dalam artikel ini bagaimana caranya melakukan negosiasi yang baik dan memiliki kemungkinan berhasil jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa strategi. Hal yang harus Anda lakukan adalah:

1. Harus Win-Win.Pada saat melakukan penawaran, pastikan lawan Anda menang terlebih dahulu, kemudian baru Anda menang. Karena ketika memastikan orang lain menang, mereka akan dengan senang hati memberikan apa yang Anda inginkan.

2. Mintalah.Meminta adalah hal yang harus dilakukan dalam bernegosiasi, buatlah pernyataan apa saja yang Anda harapkan bisa didapat dari calon prospek Anda. Jangan menunggu mereka yang membuatkan pernyataan untuk Anda.

3. Buat Orang Menyukai Anda.Sebelum bernegosiasi, buatlah orang tersebut menyukai Anda terlebih dahulu. Karena ketika Anda sudah masuk ke zona nyaman dari lawan prospek Anda, untuk bernegosiasi meminta apa yang Anda inginkan akan jauh lebih mudah. Cara ini bisa dimulai dengan bertanya apa hobi Anda, atau makanan favorit, apapun topik di luar negosiasi Anda.

4. Pada saat mau menawarkan pastikan ada WHY.Riset membuktikan ketika Anda menggunakan alasan dalam meminta sesuatu, maka tingkat orang yang mengiyakan permintaan Anda akan meningkat hingga 3x lipat. Jadi buatlah alasan mengapa Anda harus mendapatkan apa yang Anda mau.

5. Never kill.Jangan mengakhiri negosiasi dengan dead-end strategy maksudnya sudah bulat hasil dari negosiasi, pakailah strategi "selesai bersyarat", misalkan "harganya segini sudah cocok, tapi nanti istri saya yang menentukan suka atau tidaknya pemandangan dari unit ini".

6. Tanyakan berapa paling minim.
Setiap orang dalam bernegosiasi pasti sudah ada angka minimal yang harus mereka capai dalam meeting tersebut, Anda bisa langsung menanyakan, berapa terendah yang bisa mereka berikan untuk Anda.

7. Harus tahu tujuan Anda.
Nah, menyambung dari poin yang sebelumnya, jangan sampai Anda yang tidak tahu angka atau hasil apa yang Anda harapkan, set kemungkinan terbaik dan set kemungkinan terburuk dari hasil pencapaian negosiasi ini.

8. Buat Kompetisi.
Ketika dihadapkan dengan kompetisi, yakni yang mau mengambil penawaran Anda lebih dari 1, biasanya mereka akan berkompetisi sendiri untuk menurunkan harga dari produk/jasa mereka.

9. Negosiasi dengan orang yang tepat.
Nah, semua cara di atas akan menjadi kurang berguna ketika Anda bernegosiasi dengan orang yang bukan "decision maker" (mempunyai hak untuk mengambil keputusan) selalu cari tahu siapa yang memegang peranan penting dalam hal menyetujui hasil negosiasi. ( Tung Desem Waringin)


Sebenarnya negosiasi sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi dapat diartikan sebagai proses tawar-menawar untuk meloloskan keinginan kita untuk mencapai kesepakatan. Dari pengertian itu bisa dilihat ada beberapa komponen yaitu :
  • ada 2 pihak yang melakukan negosiasi, apakah itu perorangan, tim, atau mewakili lembaganya.
  • terjadi proses tawar menawar
  • tujuan
Beberapa contoh sederhana negosiasi antara lain :
  • di tawar menawar harga di pasar biasanya yang wanita sering melakukannya
  • melobi dosen ketika telat masuk kuliah.
  • lobby dalam sebuah forum, dll
Beberapa pertimbangan dalam melakukan negosiasi.
  1. Persiapan, hal ini wajib dilakukan, misalnya memahami apa tujuan yang kita ingin capai, apa alternatif jika terjadi A, B dan C.2. Mengetahui lawan negosiasi, sehingga kita mengetahui cara menberikan strategi dalam negosiasi. Ketika mengajukan proposal ke perusahaan tanpa membaca proposal dulu, tentunya kita akan semakin dijatuhkan oleh perusahaan itu. Termasuk persiapan penampilan.
  2. sering2 bertanya untuk mengeksplor keinginan dari lawan kita, dengan demikian kita memiliki siasat yang jitu untuk memenuhi keinginan kita. semisal : “Bapak sendiri melihat mahasiswa keinginannya seperti apa?”, dengan jawaban yang diberikan kita bisa memberikan timpalan, “yah, mahasiswa seperti itu juga yang kita inginkan mengapa kami mengadakan kegiatan ini”
  3. Memberikan tawaran yang maksimal atau minimal mungkin, misalnya sebagai pembeli, harus menawar harga serendah-rendahnya, dan jika sebagai penjual, menjual dengan harga yang setinggi-tingginya.
  4. Menggunakan kekuatan yang ada, misalnya dalam hal melobi pihak rektorat untuk tetap mengadakan pengkaderan di kampus “di belakang kami ada 15.ooo mahasiswa yang mendukung kami tetap melaksanakan pengkaderan ini”.
  5. Menyakinkan sebaiknya menggunakan angka seperti yang saya sebutkan di contoh di point sebelumnya agar lebih menyakinkan.
  6. Menggunakan identitas yang bisa membuat lawan bicara kita menjadi takluk, semisal “Kami adalah mahasiswa  salah satu kampus terbaik di Indonesia”
  7. Selalu mempunyai ide2 tawaran semisal ke perusahaan minta sponsor, jangan selalu mintanya uang, tapi kan bisa berupa barang, mechandise, media publikasi, atau pun komunikasi.
  8. Selalu bersahabat, jadi akan menuju suatu pencapaian keputusan yang mudah. Jika sama-sama ngotot yang masing-masing akan tidak mendapatkan hasil dari negosiasi.
Hal yang perlu disadari dalam bernegosiasi adalah kejujuran karena memiliki peran penting dalam keberlangsungan kerjasama negosiasi itu. Memang negosiasi itu bisa saja berarah ke hal yang positif atau malah menjadi negatif, misalnya menggunakan ancaman setelah tidak dapat mendapatkan keputusan yang diinginkan. Semisal “Jikalau kamu tidak mau menikahi saya, saya bunuh diri saja”, hahaha itu negosiasi yang sudah menggunakan ancaman segala.
Ada lagi tempat negosiasi, kalau perusahaan-perusahaan besar biasanya tempat-tempat eksklusif menjadi tempat yang baik untuk negosiasi seperti di lapangan golf atau di hotel. Tergantung lagi seberapa tingkat kepentingan dari negosiasi yang kita ajukan.
Tahapan-tahapan dalam bernegosiasi
1. Perkenalan dan basa-basi lainnya, semisal apa kabar? gimana hari ini? perusahaannya makin mantap saja.
2. Menyampaikan keinginan
3. tawar-menawar
4. mencapai keputusan
5. Deal
Dan hasil dari negosiasi bisa berupa kemenangan di kedua belah pihak, ada yang untung dan ada yang rugi, atau rugi kedua pihak malah, atau negosiasi itu tidak memberikan hasil apapun.
Dari tanya jawab dan diskusi beberapa hal yang kita ketahui :
  1. kadang negosiasi tidak bisa didapatkan dalam pertemuan sekali saja, jadi tetap berusaha untuk mendapatkan keinginan kita di pertemuan selanjutnya
  2. jangan hanya terhenti dalam proses pertama tawar menawar
  3. memberikan kompensasi yang adil, jangan berat sebelah.
Menjadi negosiator yang baik dan terampil memang dibutuhkan keterampilan dan pengalaman, sehingga kuncinya adalah sering berlatih. Dan sekali lagi semua itu hanya teori-teori belaka tanpa mempraktekkannya percuma hanya sia-sia.

Manajemen Konflik
Karena setiap negosiasi memiliki potensi konflik dalam seluruh prosesnya, penting sekali bagi kita untuk memahami cara mengatasi atau menyelesaikan konflik. Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang – kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
•  Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)

Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai pihak lain.
Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera diselesaikan.
•  Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)

Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya. Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara kedua pihak.
Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.
•  Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)

Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan.
Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran pertama.
•  Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)

Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya.
Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh . Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

Negosiasi dengan Hati

Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah seringkali banyak di antara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan, maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.
Negosiasi sebenarnya melibatkan tiga hal pokok yang kami sebut sebagai Negotiation Triangle, yaitu terdiri dari HEART (yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi), HEAD (yaitu metoda atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi), HANDS (yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukkan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi).
Jadi sebenarnya tidaklah cukup melakukan negosiasi hanya berdasarkan hal-hal formal, kebijakan dan prosedur, atau teknik-teknik dalam negosiasi. Justru kita perlu menggunakan ketiga komponen tersebut yaitu: karakter, metoda dan perilaku.
Dalam banyak hal, negosiasi justru tidak terselesaikan di meja perundingan atau meja rapat formal, tetapi justru dalam suasana yang lebih informal dan relaks, di mana kedua pihak berbicara dengan hati dan memanfaatkan sisi kemanusiaan pihak lainnya. Karena pada dasarnya selain hal-hal formal yang ada dalam proses negosiasi, setiap manusia memiliki keinginan, hasrat, perasaan, nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi dasar bagi setiap langkah pengambilan keputusan yang dilakukannya.


Langkah-langkah Bernegosiasi
Persiapan
Langkah pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah menentukan secara jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi. Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar-menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya.
Hal kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah dengan melakukan relaksasi. Bagi kita yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar kita, sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi lebih siap dan percaya diri.

Pembukaan
Mengawali sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai. Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan kita melakukan negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi yaitu : pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm (teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam mengawali sebuah negosiasi:
•  Jangan memegang apa pun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi;
•  Ulurkan tangan untuk berjabat tangan terlebih dulu;
•  Jabat tangan dengan tegas dan singkat;
•  Berikan senyum dan katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan.
Selanjutnya dalam pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.

Memulai proses negosiasi
Langkah pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa yang menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses penyampaian tujuan kita tersebut adalah:
  • Tunggu saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok negosiasi;
  • Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri;
  • Tekankan bahwa anda atau organisasi anda berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka;
  • Sediakan ruang untuk manuver atau tawar-menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak;
  • Sampaikan bahwa ”jika mereka memberi anda ini anda akan memberi mereka itu – if you'll give us this, we'll give you that.” Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan.
  • Hal kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan efektif memerlukan kebiasaan dan teknik-teknik tertentu. Seperti misalnya bagaimana mengartikan gerakan tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
Zona Tawar Menawar (The Bargaining Zone)
Dalam proses inti dari negosiasi, yaitu proses tawar menawar, kita perlu mengetahui apa itu The Bargaining Zone (TBZ). TBZ adalah suatu wilayah ruang yang dibatasi oleh harga penawaran pihak penjual (Seller's Opening Price) dan Tawaran awal oleh pembeli (Buyer's Opening Offer). Di antara kedua titik tersebut terdapat Buyer's Ideal Offer, Buyer's Realistic Price dan Buyer's Highest Price pada sisi pembeli dan Seller's Ideal Price, Seller's Realistic Price dan Seller's Lowest Price pada sisi pembeli.
Kesepakatan kedua belah pihak yang paling baik adalah terjadi di dalam wilayah yang disebut Final Offer Zone yang dibatasi oleh Seller's Realistic Price dan Buyer's Realistic Price. Biasanya kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.

Membangun Kesepakatan
Babak terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.
Yang perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan.
Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain, seperti misalnya: conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.
Demikian sekilas mengenai negosiasi, yang tentunya masih banyak hal lain yang tidak bisa dikupas dalam artikel pendek. Yang penting bagi kita selaku praktisi Mandiri, kita harus tahu bahwa negosiasi bukan hal yang asing.
Setiap kita adalah negosiator dan kita melakukannya setiap hari setiap saat. Selain itu negosiasi memerlukan karakter (artinya menggunakan seluruh hati dan pikiran kita), memerlukan penguasaan metoda atau pun teknik-tekniknya dan memerlukan kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar.

Kepuasan Pelanggan

Orientasi Pelayanan Pelanggan (CSO)

Definisi:
Orientasi Pelayanan Pelanggan (Customer Service Orientation) adalah keinginan untuk membantu atau melayani orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka. Artinya berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan pelanggan. (Pelanggan diartikan secara luas, yaitu meliputi pelanggan internal dan eksternal).
Indikator Perilaku:
-1.     Fokus terhadap kemampuan diri sendiri
  • Fokus terhadap apa yang dapat diberikan perusahaan atau diri sendiri daripada apa yang dibutuhkan pelanggan. Menyalahkan pelanggan untuk hasil yang tidak memuaskan.
0.      Memberikan pelayanan yang minimal
  • Memberikan respons segera tanpa memeriksa masalah atau kebutuhan pelanggan yang sebenarnya.
1.      Merespon pelanggan dengan tepat
  • Menindaklanjuti permintaan, pelayanan dan keluhan pelanggan.
  • Mengabarkan pelanggan tentang kemajuan proyek.
2.      Memelihara komunikasi yang baik
  • Memelihara komunikasi yang baik dengan pelanggan mengenai harapan bersama.
  • Memonitor kepuasan pelanggan.
  • Menyampaikan informasi yang berguna kepada pelanggan.
  • Memberikan pelayanan yang ramah dan menyenangkan
3.      Mengambil tanggung jawab pribadi
  • Mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah pelayanan.
  • Tidak melemparkan atau lepas tangan dari masalah pelanggan yang ditangani.
  • Menyelesaikan masalah secara cepat dan tidak depensif, walaupun harus mengalami kerugian.
4.      Bertindak untuk pelanggan
  • Menyediakan diri setiap saat, terutama pada saat pelanggan sedang dalam masa kritis.
  • Bertindak lebih dari yang biasa diharapkan pelanggan.
5.      Menanggapi kebutuhan mendasar pelanggan
  • Memahami bisnis pelanggan dan/atau mencari informasi mengenai kebutuhan mendasar yang sesungguhnya dari pelanggan lebih dari apa yang pernah diutarakannya.
  • Memberikan jasa atau produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan (memakai perspektif pelanggan).
6.      Menggunakan persfektif jangka panjang
  • Bekerja dengan menggunakan perspektif jangka panjang dalam menjawab masalah pelanggan.
  • Bertindak sebagai penasihat yang terpercaya.
  • Mencari keuntungan jangka panjang untuk pelanggan.
  • Terlibat dalam proses pengambilan keputusan di pihak pelanggan.

Coaching - Membina

Coaching
Coaching adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada karyawan tentang realitas di tempat kerja dan membantu mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi yang optimum
Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai membina
Counseling
Counseling adalah proses pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang berdampak pada prestasi kerja.
Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai membimbing
Situasi Kerja yang Membutuhkan Coaching
  • Orientasi dan pelatihan bagi karyawan baru
  • Adanya kebutuhan untuk mengajarkan ketrampilan dalam pekerjaan
  • Komitmen karyawan yang kurang
  • Konflik dengan rekan kerja
  • Perbaikan prestasi kerja
  • Perubahan dalam orientasi bisnis
  • Konflik karyawan dengan pelanggan
  • Evaluasi formal dan informal
Situasi kerja yang membutuhkan Counseling:
  • Terjadi perubahan organisasi
  • PHK
  • Adanya penurunan gaji, status, atau jabatan.
  • Karyawan merasa adanya hambatan karir
  • Karyawan merasa kecewa dengan atasan
  • Ada konflik dengan rekan kerja
  • Karyawan stres, jenuh, atau terlalu banyak tanggung jawab
  • Karyawan bimbang dengan kemampuannya
  • Karyawan menghindar ketika mendapat tugas.
  • Karyawan memiliki masalah pribadi, kadang berpengaruh pada prestasi
  • Karyawan mengalami kegagalan
  • Kemampuan karyawan yang luar biasa.
Why Coach and Counsel?
  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam kerja
  • Meningkatkan pertumbuhan karyawan
  • Meningkatkan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan masalah
  • Meningkatkan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai
  • Memperkaya hasil belajar karyawan
  • Meningkatkan komunikasi atasan-bawahan
A. Tugas Pokok Kepemimpinan

Tugas pokok—seorang pemimpin yaitu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti yang telah disebutkan sebelumnya yang terdiri dari: merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi.
Terlaksananya tugas-tugas tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang diri, tetapi dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Agar orang-orang yang dipimpin mau bekerja secara erektif seorang pemimpin di samping harus memiliki inisiatif dan kreatif harus selalu memperhatikan hubungan manusiawi. Secara lebih terperinci tugas-tugas seorang pemimpin meliputi: pengambilan keputusan menetapkan sasaran dan menyusun kebijaksanaan, mengorganisasikan dan menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan baik secara vertikal (antara bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar bagian atau unit), serta memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.

Secara umum, tugas-tugas pokok pemimpin antara lain :
a. Melaksanaan Fungsi Managerial, yaitu berupa kegiatan pokok meliputi pelaksanaan :
- Penyusunan Rencana
- Penyusunan Organisasi Pengarahan Organisasi Pengendalian Penilaian
- Pelaporan
b. Mendorong (memotivasi) bawahan untuk dapat bekerja dengan giat dan tekun
c. Membina bawahan agar dapat memikul tanggung jawab tugas masing-masing secara
baik
d. Membina bawahan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien
e. Menciptakan iklim kerja yang baik dan harmonis
f. Menyusun fungsi manajemen secara baik
g. Menjadi penggerak yang baik dan dapat menjadi sumber kreatifitas
h. Menjadi wakil dalam membina hubungan dengan pihak luar


B. Fungsi Kepemimpinan

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
> Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
> Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial keiompok atau organisasinya.

Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu:
1) Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinya.
2) Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.

Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
1. Fungsi Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
2. Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.
3. Fungsi Partisipasi.
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan pelimpahan wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
5. Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Kemudian menurut Yuki (1998) fungsi kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk bekerja keras, memiliki semangat tinggi, dan memotivasi tinggi guna mencapai tujuan organisasi. Hal ini terutama terikat dengan fungsi mengatur hubungan antara individu atau kelompok dalam organisasi. Selain itu, fungsi pemimpin dalam mempengaruhi dan mengarahkan individu atau kelompok bertujuan untuk membantu organisasi bergerak kearah pencapaian sasaran. Dengan demikian, inti kepemimpinan bukan pertama-tama terletak pada kedudukannya daiam organisasi, melainkan bagaimana pemimpin melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin. Fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah :
  • Selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha untuk pencapaian tujuan
  • Sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak luar.
  • Sebagai komunikator yang efektif.
  • Sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.

Fungsi pokok pimpinan adalah:
• Memberikan kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan oleh anggotanya.
• Mengawasi, mengendalikan dan menyalurkan perilaku anggota yang dipimpin
• Bertindak sebagai wakil kelompok dalam berhubungan dengan dunia luar
Fungsi kepemimpinan itu pada pokoknya adalah menjalankan wewenang kepemimpinan, yaitu menyediakan suatu sistem komunikasi, memelihara kesediaan bekerja sama dan menjamin kelancaran serta keutuhan organisasi atau perusahaan.

Fungsi-fungsi kepemimpinan meliputi kegiatan dan tindakan sebagai berikut:
a. Pengambilan keputusan
b. Pengembangan imajinasi
c. Pendelegasian wewenang kepada bawahan
d. Pengembangan kesetiaan para bawahan
e. Pemrakarsaan, penggiatan dan pengendalian rencana-rencana
f. Pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
g. Pelaksanaan keputusan dan pemberian dorongan kepada para pelaksana
h. Pelaksanaan kontrol dan perbaikan kesalahan-kesalahan
i. Pemberian tanda penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
j. Pertanggungjawaban semua tindakan
Coaching (membina) adalah proses dimana atasan melatih, memberikan orientasi, membantu atasi hambatan agar karyawan mencapai kinerja optimum. Counselling (membimbing) adalah proses pemberian dukungan oleh atasan kepada karyawan untuk atasi masalah pribadi atau perubahan di tempat kerja. Membina & membimbing merupakan kombinasi beberapa ketrampilan seperti mendengarkan, empati, bertanya, memberikan informasi & menyusun rencana.
Coaching dapat membantu ketrampilan karyawan bertambah sehingga pekerjaan atasan jadi lebih mudah. Ketika karyawan tdk tahu apa yang harus dia lakukan karena pengalaman dia yang minim, maka dia perlu di coach. Atasan perlu jelaskan step by step cara melakukan pekerjaan, Tidak bisa melulu menuntut hasil akhir. Coaching/pembinaan dapat memberdayakan (empowering) karyawan, sehingga atasan lebih mudah delegasikan tugasnya. Coaching/ pembinaan dapat mendorong karyawan mencapai hasil yang sesuai denfan keinginan atasannya. Asyik kan?
Choaching/pembinaan meningkatkan komitmen karywan untuk berhasil karena mereka paham ” how” dan “what” sekaligus. Coaching /pembinaan memfasilitasi kolaborasi diantara sesama karyawan sehingga tercipta “the winning team”. Coaching meningkatkan motivasi & inisiatif karyawan karena atasan menunjukkan pengakuan atas kinerja karyawan & memberikan umpan balik.  Coaching/pembinaan dapat meningkatkan kualitas kinerja karyawan & melakukan koreksi atas cara kerja yang kurang efektif.
Coaching juga dpr membantu karyawan merubah pola pikir menjadi lebih ” out of the box” shg lebih kreatif & inovatif.  Atasan dapat membantu karyawa untuk menemukan sendiri cara terbaik dia dalam melakukan suatu hal dengan pendekatan “bertanya” dan bukan memerintah. Banyak atasan yang terbebani jika harus melakukan coaching kepada anak .buahnya. Aneh kan? Berikut alasannya…
 Atasan malas coaching karena tidak ada waktu, tidak tahu cara memberi umpan balik, canggung, permisif terhadap kesalahan, kebanyakan anak buah. Anggapan kalau coaching itu tidak penting karena toh karyawan dapat memotivasi dirinya sendiri, bisa mandiri dan otodidak.
Contoh coaching dari atasan untuk karyawan , misalnya ketika hasil kerja karyawan tidak memuaskan. kita tanyakan dahulu kepada yang bersangkutan masalahnya kenapa? Kemudian bimbing dia untuk menemukan solusinya sendiri.  Selanjutnya buatlah kesepakatan untuk perbaikan dan pelaksanaan solusi tersebut. Dengan proses ini diharapkan si karyawan akan merasa memiliki terhadap komitmen tersebut, dan lebih termotivasi dalam mencapainya.
Sementara councelling/bimbingan dapat meningkatkan produktifitas krn terciptanya komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan. Councelling dapat mempertahankan karyawan karena karyawan merasa diperhatikan masalahnya oleh atasan. Contoh Ketika karyawan butuh dukungan kita karena konflik dengan klien, maka kita harus bijak memposisikan diri.  Karyawan perlu “mental up”. Setelah situasi aman terkendali nah barulah kita dapat memberikan umpan balik. Umpan balik ke karyawan diperlukan agar dia paham kesalahannya dan dapat mencoba perbaiki.  Councelling juga dapat mengukur tingkat penerimaan karyawan terhadap sebuah perubahan dalam organisasi. Contoh Ketika karyawan masih baru, perlu dijaga motivasinya dalam rentang 30 hari pertama. Untuk itu karyawan harus ditemani hingga betul2 mampu beradaptasi dan mandiri dalam mengerjakan tugas baru.
Councelling mengurangi terjadinya konflik & memperbaiki hubungan kinerja tim. Ketika terjadi kisruh di dalam tim, maka para anggota tim dapat di bimbing (councelling) satu persatu. Councelling meningkatkan efisiensi usaha karena dapat mengukur motivasi  & kebutuhan karyawan serta dampaknya terhadap kepentingan usaha. Jika karyawan kelihatan mulai loyo atau mendadak banyak melakukan kesalahan maka itu saatnya councelling untuk dia.
Councelling dapat melatih atasan lebih peduli & berempati terhadap masalah karyawan. Councelling dapat dilakukan oleh atasan langsung atau oleh HRD tergantung permasalahan yang terjadi. Dalam melakukan councelling kita tidak perlu berijazah psikiater. Yang penting sensitif terhadao kebutuhan orang lain. Kadangkala Atasan agak malas melakukan councelling karena repot, merasa bukan ahlinya, bukan pendengar yang baik atau tidak mau terlibat. Padahal Councelling seharusnya meningkatkan kepuasan kerja dan rasa percaya diri karyawan. Cobalah mulai belajar melakukan coaching dan councelling sebelum masalah menjadi lebih besar.


Kalau diuraikan dalam kata-kata, manfaat coaching ini  antara lain:
1.      Meningkatkan TC ke DC
Istilah ini saya pinjam dari literatur kompetensi. Di sana dikatakan bahwa TC (thereshold competency) adalah kompetensi dasar yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi kompetensi ini belum bisa dibilang sebagai keunggulan. Jika seorang sekretaris baru bisa menyalin surat ke komputer, jika seorang operator hanya bisa mengangkat telepon, jika seorang sales baru bisa mengetahui produk dan menelpon orang atau mengirim faksimile penjualan, ini semua adalah TC. Memang itu tugas dasarnya.
Sedangkan DC adalah Differentiating Competencies (DC). DC adalah karakteristik yang dimiliki oleh orang-orang yang berkinerja tinggi (high performer) dan yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang berkinerja rendah (low) atau kurang (poor). Kita bisa ambil contoh misalnya seorang sales yang sudah menguasai keahlian-keahlian yang dibutuhkan untuk memelihara pelanggan yang menghasilkan hubungan kausalitas dengan penjualan. Sales seperti ini bisa dikatakan orang yang berkinerja tinggi dengan kompetensi yang dimiliki.
Persoalan yang kita hadapi adalah, bagaimana meningkatkan TC seseorang menjadi DC? Disinilah coaching berperan. Kalau kita hanya menyerahkan (memasrahkan) urusan ini kepada masing-masing individu, bisa-bisa saja. Cuma saja di sini kerap menimbulkan masalah, sebab tidak semua individu sadar, tidak semua individu tahu, dan tidak semua individu menempuh cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan keahliannya dari TC ke DC. Konon,  98 % dari usaha untuk membangun kompetensi terjadi melalui pekerjaan yang dilakukan
2.      Jalan menemukan 3R
Meski semboyannya SDM itu aset, tetapi prakteknya tidak seluruhnya begitu. Banyak SDM yang belum menjadi aset. Kata orang-orang SDM: “Hanya SDM yang bagus yang menjadi aset usaha”. Bagus ini apa penjelasannya? Penjelasan yang umum bisa kita singkat dengan 3 R: right people, right job and right performance.
Persoalan yang kita hadapi adalah bagaimana menemukan 3R ini? Tentu kita sadar bahwa 3R ini bukan sebuah hasil yang final (one-off). Amat sangat jarang kita bisa langsung menemukan orang yang tepat untuk ditempatkan di pekerjaan yang tepat agar bisa mencapai performansi yang tepat (tinggi).  Yang sering terjadi, 3R ini ini dicapai melalui proses. Jangan kan karwayan, presiden atau menteri atau pejabat negara yang sudah diseleksi sedemikian rupa pun tidak bisa langsung mencapai 3R ini. Bahkan waktu seratus hari pun dikatakan belum valid untuk menilai kinerja presiden dan menterinya.
Karena itu, coaching bisa menjadi salah satu jalan untuk menemukan 3R. Kalau pun 3R ini belum bisa diwujudkan ke tingkat yang ideal, tapi setidak-tidaknya coaching yang kita lakukan akan memperluas wilayah “interkoneksi” antara ‘workforce requirement’ dan ‘workforce capabilities’. Kalau pekerjaan yang ada menuntut  orang yang punya skill berskala 7, sementara skill orang-orang yang ada hanya sampai pada skala 5, ini tentu wilayah interkoneksinya belum nyambung. Supaya nyambung, harus dinaikkan.
3.      Jalan menemukan pemimpin dari dalam
Dulu, praktek bajak-membajak tenaga ahli pernah menjadi isu besar di beberapa media massa . Sekarang pun praktek semacam ini masih kerap dilakukan meski sudah jarang dijadikan berita. Adakah sesuatu yang salah dengan praktek bajak-membajak ini? Secara konsep memang tidak. Cuma dalam prakteknya, tidak semua orang yang kita bajak itu menjadi “berkah”. Ada yang malah menjadi beban. Artinya, meski konsep ini bisa jadi benar di teorinya tetapi untuk mempraktekkannya butuh konteks yang tepat dan alasan yang spesifik.
Kalau melihat hasil studi yang dilakukan Jim Collin, rupanya praktek bajak-membajak ini kurang digemari oleh para pemimpin usaha yang sudah sanggup menggerakkan usahanya dari good ke great. Mereka rupanya punya tradisi untuk mengembangkan seorang pemimpin (senior atau tenaga ahli) dari dalam. Dipikir-pikir, ini memang rasional. Orang dalam yang kita kembangkan, akan memiliki pengetahuan tentang keadaan secara lebih mendalam ketimbang  tenaga baru yang kita bajak.
Nah, kalau melihat ke sini, coaching bisa kita jadikan instrumen atau jalan untuk melahirkan seorang pemimpin dari dalam. Dilihat dari efektivitas dan efisiensinya,  cara ini mungkin lebih menjamin ketimbang membajak tenaga baru yang masih “abu-abu”. Kalau pun orang yang kita coaching itu tidak menjadi pemimpin di tempat kita, tetapi setidak-tidaknya kerjanya sudah lebih bagus.
Hambatan di Lapangan
Apa yang perlu di-coaching-kan? Kalau mengacu pada standar yang umum, yang perlu di-coaching-kan adalah hard skill dan soft skill (istilah lain: soft competency dan hard competency, job skill dan mental skill). Semua karyawan menginginkan skill-nya naik, tapi cara yang mereka inginkan ternyata (yang paling digemari) adalah face-to-face coaching di tempat kerja. 88 % jawaban responden yang diteliti meyakini bahwa memiliki seorang mentor atau coacher di tempat kerja merupakan hal yang penting untuk kemajuan karirnya (CCL, Emerging Leader Research Survey Summary Report, 2003)
Meski sedemikian rupa coaching itu pada hakekatnya dibutuhkan, tetapi prakteknya masih belum banyak yang melakukan. Beberapa hal yang kerap menghambat terlaksananya kegiatan yang mulia ini, misalnya:
  1.  Budaya menghakimi / memarahi
 Kita langsung memarahi karyawan saat melakukan kesalahan. Marah terkadang tidak bisa dihindari tetapi yang kerap kita lupakan adalah apa yang kita lakukan setelah marah. Kalau yang kita lakukan membenci atau menjauhi, tentu akan berbeda efeknya dengan ketika yang kita lakukan setelah itu adalah mendekati dan meng-coach-nya.
  2. Budaya membiarkan
 Kita membiarkan karyawan bekerja sendiri-sendiri karena kita malas atau tidak peduli dengan skill mereka. Membiarkan seperti ini tentu berbeda dengan membiarkan yang punya pengertian memberi kesempatan untuk mandiri dalam menerapkan pengetahuan.
  3. Budaya mengerjakan sendiri
 Kita menangani sebagian besar pekerjaan dan enggan untuk mendelegasikannya kepada yang lain karena kurang percaya
  4. Budaya mengharapkan hasil yang instan
 Kita mengharapkan hasil yang instan dari apa yang kita instruksikan pada mereka.
  5. Budaya arogansi birokrasi
Kita menjaga jarak dengan karyawan untuk melindungi gengsi atau kita enggan turun ke bawah. Umumnya kita, semakin tinggi jabatan atau posisi, justru semakin jauh dari realitas yang bersentuhan langsung dengan manusia dan masalahnya di bawah.
Dan lain lain seterusnya
  Kalau mengacu pada teori pendidikan, meng-coach karyawan itu sebenarnya juga termasuk mendidik. Bicara soal pendidikan ini mungkin ada satu hal yang perlu kita ingat bahwa metode yang kita gunakan dalam mendidik orang itu jauh lebih berperan penting ketimbang materi yang kita sampaikan. Materi yang bagus akan diresponi tidak bagus kalau metode yang kita gunakan tidak cocok dengan keadaan orang yang kita coach.
Beberapa hal yang penting
Untuk sebagian orang, kegiatan meng-coaching ini mungkin sudah menjadi sebuah realitas tetapi belum ada namanya.  Artinya, kegiatan ini sudah dipraktekkan tetapi tidak memakai nama coaching. Sebaliknya juga, mungkin untuk sebagian orang, kegiatan meng-coaching ini hanya sebuah nama tetapi tanpa realitas. Artinya, kita hanya tahu apa itu coaching, manfaatnya apa, tujuannya apa, tetapi tidak pernah kita praktekkan.
Terlepas itu sudah menjadi realitas atau baru sebatas nama, tetapi sebetulnya ada beberapa hal yang penting untuk diingat, yaitu:
1.      Memiliki data yang akurat
Data di sini mungkin tidak harus kita artikan sebagai data dalam pengertian yang formal dan rumit. Data di sini bisa juga kita artikan sebagai catatan pribadi yang berisikan tentang gap antara skill yang dimiliki karyawan  dengan tuntutan pekerjaan. Bisa juga berisi masalah yang dihadapi si karyawan dalam kaitannya dengan kinerjanya. Bisa pula berisi tentang perkembangan si karyawan yang kita coaching itu dari waktu ke waktu. Dengan memiliki apa yang kita sebut data itu, berarti ketika kita hendak meng-coach orang, kita sudah tahu apa yang perlu dan apa yang belum perlu, mana yang perlu ditekankan dan mana yang belum perlu, dan seterusnya.
2.      Menemukan metode yang ”teachable”
Seperti yang saya katakan di muka, bahwa dalam meng-coaching ini memang kita dituntut untuk memerankan diri sebagai pendidik. Hal yang terpenting di sini adalah menggunakan atau menemukan metode mendidik yang dapat membuat orang yang kita didik itu bisa mendidik orang lain dan begitu seterusnya. Dengan begitu, tanpa harus kita yang turun langung, program coaching tetap berjalan di tempat kita. Ini tentu sangat positif. Selain meminterkan orang lain, ini juga bisa membentuk lingkungan yang positif.
3.      Menghidupkan, bukan mematikan
Ini soal cara bagaimana meng-coach orang. Meski kita sudah sama-sama tahu bahwa cara yang bagus adalah menghidupkan semangat orang, tetapi dalam prakteknya belum tentu pengetahuan itu kita gunakan. Ada cara yang menghidupkan tetapi ada cara yang mematikan,  ada cara yang mendorong tetapi ada  cara yang malah menarik. Cara yang kita gunakan terkadang bisa bertentangan dengan niat yang kita maksudkan. Karena itu, meski niat kita baik, namun kalau cara yang kita gunakan itu mematikan