Indonesia mulai diperhitungkan di kancah perekonomian dunia. Krisis berkelanjutan yang melanda
negara-negara maju sejak 2008 tak banyak menekan perekonomian kita.
Hingga triwulan ketiga 2011 Indonesia masih mampu mencatatkan
pertumbuhan ekonomi 6,5 persen. Berbagai kajian memproyeksikan bahwa
pada tahun 2050 produk domestik bruto Indonesia bakal masuk ke dalam 10 besar dunia.
Sebagai negara yang perekonomiannya terbuka, sudah barang tentu gejolak ekonomi dunia turut menekan kita. Namun, sejauh ini dampak negatif yang kita alami tergolong paling kecil dibandingkan dengan yang diderita sebagian besar negara berkembang ataupun emerging economies.
Ekspor kita masih
tumbuh di atas 30 persen selama Januari-September. Dibandingkan dengan
akhir tahun 2010, indeks harga saham gabungan kita per 9 November masih
tumbuh positif 4,2 persen dalam rupiah dan 5,6 persen dalam dollar AS.
Hanya Bursa Indonesia (JSX) dan Amerika Serikat (DJIA) yang masih mencatatkan pertumbuhan indeks yang positif.
Nilai tukar rupiah memang sudah kembali menembus Rp 9.000 per dollar AS pada akhir minggu lalu, tetapi pelemahan ini tak seberapa dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara-negara tetangga. Bahkan, berdasarkan perhitungan year to date, rupiah masih mengalami penguatan atau apreasiasi.
Tekanan terhadap Surat Utang Negara (SUN) juga tak berlanjut berkat langkah sigap Bank Indonesia yang melakukan operasi pasar di pasar valuta asing. Dana rupiah yang ditarik digunakan oleh BI untuk membeli SUN. Langkah ini bisa dijadikan momentum untuk mengurangi porsi asing dalam pemilikan SUN.
Laju inflasi yang terus menurun hingga hanya sebesar 4,4 persen pada bulan Oktober dimanfaatkan oleh Bank Indonesia untuk menurunkan
suku bunga acuan (BI rate) sebesar 50 basis poin, sehingga BI rate
mencatat rekor terendah sepanjang sejarah, yakni 6 persen.
Keberanian BI yang telah
dua bulan berturut-turut menurunkan suku bunga acuan diharapkan bisa
menurunkan suku bunga pinjaman dan sekaligus merasionalisasikan struktur
lalu lintas modal asing yang masuk.
Porsi penanaman modal asing langsung diharapkan kian bertambah,
sedangkan investasi portofolio semakin selektif dan berkualitas, tak
lagi didominasi oleh modal jangka pendek (hot money).
Yang juga menggembirakan adalah pertumbuhan sektor industri manufaktur mulai meningkat melampaui pertumbuhan produk domestic bruto (PDB).
Kita harapkan momentum ini bisa berlanjut karena kualitas pertumbuhan
ekonomi sangat ditentukan oleh kinerja sektor ini. Pada triwulan ketiga
2011
industri manufaktur tumbuh sebesar 6,58 persen. Bahkan industri
manufaktur nonmigas tumbuh lebih tinggi lagi, yakni 6,98 persen.
Pertumbuhan yang membaik ini hampir merata di semua subsektor, kecuali subsektor kayu dan produk hutan serta kertas dan barang cetakan. Lebih menggembirakan lagi adalah pertumbuhan subsektor logam dasar dan besi baja yang mencapai dua digit selama dua triwulan terakhir.
Peningkatan kinerja industri manufaktur diikuti oleh perbaikan penyerapan tenaga kerja. Penduduk yang bekerja
di sektor industri meningkat cukup tajam dari 13,82 juta orang pada
Agustus 2010 menjadi 14,54 juta orang pada Agustus 2011. Dampak
positifnya juga terlihat dari peningkatan relatif tajam pekerja di sektor formal, dari 33,1 persen pada Agustus 2010 menjadi 37,8 persen pada Agustus 2011.
Bagaimana kita menyikapi penurunan indeks pembangunan manusia yang baru
saja dirilis oleh salah satu Badan PBB? Sebetulnya indeks pembangunan
manusia kita meningkat, tetapi kalah cepat dengan perbaikan di
negara-negara lain yang berdekatan derajatnya dengan kita. Penurunan peringkat indeks pembangunan manusia juga disebabkan perluasan cakupan indikator yang digunakan. Namun, bagaimanapun kita perlu prihatin karena bukankah titik sentral pembangunan adalah manusia.
Kedua, jangan sampai pertumbuhan ekonomi yang meninggi lebih ditopang oleh pengurasan sumber daya alam yang berlebihan, yang pada gilirannya memperburuk kualitas hidup manusia di sekitarnya. Sejauh ini, kita masih prihatin dengan peningkatan ekspor yang dimotori oleh ekspor sumber daya alam yang belum diolah. Lebih buruk lagi, dalam tiga tahun terakhir, kita telah mengalami defisit perdagangan untuk produk-produk industri manufaktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar