Untuk menjawab krisis energi yang terjadi saat ini, Indonesia
harusnya mulai dengan melakukan swasembada energi, pemerintah harus mulai
dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri terlebih dulu
mengingat jumlah persediaan minyak dalam negeri yang ada sekarang ini
semakin minim. Setelah itu, pelan-pelan kita mulai ekspor.
Apa yang akan diekspor? Tentu saja dalam masa swasembada
energi itu, pemerintah dan kampus bersinergi menemukan sumber-sumber
migas baru atau juga mengembangkan sumber energi alternatif lainnya.
Dengan demikian, kestabilan dalam negeri akan terjamin terlebih dahulu.
Indonesia tidak perlu terjebak antara ekstrim yang satu
dengan ekstrim yang lain, pilih ekspor atau tidak ekspor sama sekali.
Namun, Indonesia harus mengembangkan potensi dalam negerinya. Misalnya,
bangun kilang boleh, tapi pakai minyak mentah dari luar negeri yang
persediannya 100 tahun lagi baru habis. Swasembada akan bisa efektif
jika tidak menggunakan persediaan dalam negeri.
Untuk
energi gas, pemerintah harus menghilangkan kebiasaan mengkonsumsi gas
dengan harga mahal, sedangkan yang murah diekspor. Pemerintah juga
harusnya serius mengupayakan proyek batu bara cair, yang potensinya
untuk dalam negeri mampu mencapai Rp 8.3 juta barel.
Mulailah bangun pembangkit listrik di mulut-mulut tambang. Jadi hasil
tambang jangan dibawa lagi ke Jawa. Mahal.
Biaya angkut hasil tambang ke Jawa itu sebesar USD 7 per ton, bayangkan berapa jumlah hasil tambang yang harus dibawa
dan diolah di Jawa. Dengan membangun pembangkit di mulut tambang, tentu
saja dapat menghemat biaya angkut yang besar. Hasilnya bisa disalurka
lewat bawah laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar