Tips bagi investor pemula
Ia menyarankan, investor pemula yang
memang serius hendak berinvestasi bukan trading, menyisihkan dananya yang tidak
terpakai minimal selama 3-5 tahun. “FA itu pasif. Abaikan faktor sentimen,
jangan terus-terusan memantau harga saham setiap saat. Sebab dari situ
kepanikan akan muncul. Lebih baik investor mengecek secara bulanan atau tiga
bulanan ketika laporan keuangan terbit,” paparnya.
Lukas Setia Atmaja , pengajar
investasi dari Universitas Prasetya Mulya, mengatakan bahwa investor ritel pun
sangat bisa menerapkan strategi ala Buffett dalam berinvestasi saham. “Cari
saham yang bagus dan murah lalu hold, persis seperti beli tanah atau
properti,” tuturnya. Dengan cara ini, hidup Anda akan lebih tenang ketimbang
berdebar-debar menantikan liukan harga saham setiap hari.
Ia mencontohkan, investor dengan
dana Rp 25 juta, sudah bisa membeli saham-saham blue chip yang harganya
tidak terlalu tinggi. Dengan modal terbatas, investor sudah bisa membentuk
portofolio sendiri. Namun, ia menyarankan jangan ambil terlalu banyak saham.
Sepakat dengan Lukas, investor saham
kawakan Lo Khenghong menambahkan, peganglah satu dua atau sedikit saham saja
yang sudah Anda kenal dengan baik. “Diversifikasi itu hanya untuk orang yang
tidak tahu,” tuturnya.
Soal ini, Lukas memberikan metafora
yang menarik. Kata dia, membeli saham untuk jangka panjang itu ibarat seorang
fotografer yang datang memotret ke Bromo. Berbeda dengan turis yang begitu
datang langsung jeprat-jepret sembarangan, fotografer akan melihat situasi
untuk mencari tempat yang menarik.
Setelah menemukan lokasi yang pas,
ia memasang tripod di sana, lalu sabar menunggu objek incarannya lewat. Nah,
begitu si objek lewat, ia langsung membidik. Satu kali saja. “Dan foto itu akan
menjadi sebuah winning picture,” ujarnya. Moral cerita, memilih saham
sejatinya mirip dengan itu.
Kapan menjual?
Ya, ini pertanyaan paling sering ditanyakan.
Jawabannya yang nomor satu, tentu
kalau Anda butuh duit. Nomor dua, apabila asumsi Anda ketika beli sudah
terpenuhi. “Investasi juga kayak orang menikah, kalau dia selingkuh kita boleh
lepas,” kata Lukas. Misalkan saja, perusahaan itu sudah tidak inovatif lagi,
melorot dari posisi market leader, dan kinerjanya mulai menurun.
Karenanya, meskipun Anda berencana
menahan saham itu untuk jangka panjang, Anda tetap harus mengikuti
perkembangannya. Setidaknya lakukanlah evaluasi setiap kali laporan keuangan
perusahan itu terbit.
Jangan pula menjual karena
terpengaruh pasar tapi jagalah kesabaran Anda. Ada teladan yang menarik dari
Buffett menyangkut konsistensi dan kesabaran. Pada suatu ketika di tahun 2009,
Warren Buffett mengagetkan pasar. Tiada angin tiada hujan, ia mendadak membeli
saham BYD yaitu sebuah perusahaan mobil listrik dari China. Padahal Buffett
terkenal sangat hati-hati dan tak pernah tergoda saham teknologi.
Alhasil, Amerika geger. Banyak
investor kemudian yang mengekor Buffett membeli saham BYD. Sudah bisa ditebak,
harga saham BYD melesat. Hebatnya, Buffett tetap memegang dan tak menjual
selembar pun saham BYD . Padahal, jika saja dia mau menjual, ia bakal
memperoleh keuntungan berlipat-lipat.
Apakah Anda bisa sesabar dan
sekonsisten Buffett? Setidaknya Anda bisa belajar.
Mari mengenal sang investor jenius. Ada banyak fakta unik tentang
orang terkaya nomor tiga dunia ini, namun KONTAN pilihkan sembilan hal yang
paling menarik dari kehidupannya:1 . Buffet tinggal di rumah yang sama selama setengah abad
Rumah yang terletak di Omaha itu ia beli sebagai tempat tinggalnya bersama Susie. Terdiri dari 10 kamar, lima kamar tidur, dengan luas kurang dari 0,75 ekar dekat dengan kantornya. Tahun lalu, rumah itu ditaksir bernilai US$ 727.600.
2. Ia mewariskan 85% kekayaannya untuk amal, bukan untuk anak-anaknya
Pada Juni 2006, Buffett mengumumkan rencananya untuk menyumbang 85% kekayaannya untuk amal. Sebagian besar dana akan mengalir ke Bill & Melinda Gates Foundation dan sisanya ke yayasan-yayasan sosial milik keluarganya.
“Tak ada alasan kenapa generasi mendatang Buffett kecil harus memimpin masyarakat hanya karena mereka lahir dari rahim yang tepat. Di mana letak keadilannya?
Pada Juni 2012, Buffett bersama Gates menggelar kampanye bernama The Giving Pledge. Mereka membujuk orang-orang kaya Amerika Serikat untuk mendonasikan sedikitnya separuh kekayaan mereka untuk kegiatan amal, setelah mereka mati atau sepanjang usia mereka. Sebanyak 40 orang kaya telah meneken surat yang menyatakan akan melakukan komitmen itu.
3. Buffett punya kisah cinta unik
Ia menikah dengan istri pertamanya, Susan, selama 52 tahun. Mereka tetap menikah dari tahun 1952 sampai dengan Susan meninggal akibat kanker mulut di tahun 2004. Pernikahannya sempat tidak berjalan mulus karena Buffett sangat sibuk dan tak punya banyak waktu mengurusi rumah tangganya.
Pada tahun 1970-an, Buffett terlibat hubungan asmara dengan Katherine Graham, pemegang saham pengendali koran The Washington Post. Walau Susan merasa dipermalukan, ia akhirnya menyurati Graham dan mengizinkannya mengencani Buffett.
Tahun 1978, ketika anak-anak mereka sudah besar, Susan pindah ke San Fransisco dan menetap di sana sendirian. Karena ia tahu Buffett butuh seseorang untuk mengurusnya, Susan mengenalkannya pada seorang pramusaji restoran di Omaha bernama Astrid Menks. Menks tinggal bersama Buffett selama 27 tahun sampai akhirnya mereka menikah di 2004 setelah Susan meninggal.
Meskipun mereka hidup terpisah, Buffett tak pernah menceraikan Susan. Mereka juga sering berbicara lewat telepon dan kadang menghadiri acara-acara bersama. Buffett kelak mengakui bahwa membiarkan Susie pergi adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Buffett berada di sisi Susan ketika ia meninggal.
4. Buffett punya ikatan seumur hidup dengan Washington Post.
Buffett memulainya sejak SMA. Bekerja sebagai loper koran, ia mengantarkan hampir 500.000 kopi surat kabar Washington Post di Omaha.
Ketika ia makin dewasa, kekaguman dan kesetiaannya pada surat kabar itu makin tumbuh. Pada usia 46 tahun, ia malah berhubungan asmara dengan Katherine Graham, pengelola The Post yang berusia 59 tahun. Graham memperkenalkan Buffett ke pergaulan New York, sementara Buffett mengajari Graham carra berbisnis.
Pada tahun 1974, Buffett masuk dalam Dewan Direktur Washington Post dan terus di sana hingga 37 tahun kemudian. Meski ia baru-baru ini mundur, cinta Buffett pada produk, perusahaan, dan manajemen koran tersebut tak diragukan lagi. Berkshire Hathaway merupakan pemegang saham terbesar Washington Post.
5. Buffett baru-baru ini mempekerjakan sesorang yang rela membayar jutaan dollar – sampai dua kali – hanya untuk makan siang bersamanya
Apakah Anda berpikir US$ 5,25 juta terlalu mahal hanya untuk makan siang dengan sang miliuner?
Tidak bagi Ted Weschler, managing partner hedge fund Peninsula Capital Advisors. Ia sampai dua kali memenangkan lelang amal yang diselenggarakn eBay dan membayar uang itu demi bertemu Buffett.
Ternyata upaya tersebut mendaratkan Weschler ke impiannya bekerja di Berkshire Hathaway. Buffett mengumumkan pada September 2011 bahwa Weschler bergabung dengan perusahaannya untuk mengelola investasi. Tak hanya itu, Weshcler pun menjadi salah satu orang kepercayaan Buffett.
6. Buffett bermain bridge online setidaknya empat kali seminggu
Buffett terobesi pada bridge. Ia ikut bertanding pada turnamen bridge online selama bertahun-tahun bersama rekannya Bill Gates. Buffett memakai nama T-Bone dan Gate menyamar dengan nama Chalengr.
Bahkan, rekan bridge Buffett sekaligus sahabatnya, Sharon Osberg, adalah orang yang mengajarinya menggunakan komputer (pekerjaan yang bahkan Bill Gates pun tak sanggup). Osberg, pemenang turnamen bridge dunia dan mantan eksekutif Wells Fargo, telah menemani Buffett bermain bridge selama 20 tahun,
Buffett, Gates dan Osberg mendanai program pelatihan bridge di SMP-SMP. Buffett meyakini, bridge dapat membantu mengajari anak matematika, berpikir logis, dan bagaimana bekerja sama dengan orang lain.
7. Buffett sangat loyal pada merek tertentu
Saking loyalnya, di kehidupan sehari-harinya pun ia tak lepas dari produk-produk itu. Ia bisa minum lima kaleng Cherry Coke setiap hari.
8. Buffett tidak menyukai produk derivatif dan emas
Buffett dan juga partnernya Charlie Munger tak pernah berinvestasi dalam emas. Mereka sepakat emas adalah aset nonproduktif, sedangkan Berkshire lebih memilih berinvestasi pada aset produktif yang bisa menghasilkan sesuatu. Munger bahkan pernah berkata, “Orang beradab tidak membeli emas.”
Buffett sendiri berkata begini,
“Ketika kami mengambil alih Berkshire, harga sahamnya US$ 15 dan emas waktu itu dijual US$ 20 per ons. Sekarang emas US$ 1.600 dan Berkshire US$ 120.000. Atau Anda bisa mengambil contoh lebih luas. Jika Anda membeli emas sekarang dan Anda menyimpannya sampai 100 tahun ke depan, Anda bisa menatapnya dan menimangnya setiap hari, dan 100 tahun dari sekarang emas itu akan tetap 1 ons. Ia tak bisa melakukan sesuatu untuk Anda dalam selang waktu itu. Anda membeli 100 ekar lahan pertanian, lahan itu bakal mengasilkan setiap tahun. Anda lalu bisa membeli lebih banyak lahan, dan 100 tahun lagi Anda tetap punya 100 ekar lahan. Anda bisa membeli indeks Dow Jones seharga US$ 66 di awal tahun 1900 ketika harga emas US$ 20. Di akhir abad ini, Dow Jones sudah 11.400 dan Anda juga masih mendapat dividen selama 100 tahun. Jadi aset produktif yang baik akan membunuh aset nonproduktif.”
Selain itu, pada suratnya tahun 2002, Warren Buffet menyebut derivatif sebagai senjata penghancur finansial alias Weapon of Financial Destruction. Pada kuartal kedua 2012, ia merugi US$ 700 juta pada produk derivatif saham.
9. Buffett menjauhi saham teknologi
Buffett jelas bukan seorang tech geek. Di tengah booming saham internet tahun 1998, ia berkata kepada pemegang saham Berkshire, “Teknologi itu hanya sesuatu yang tak kami mengerti, jadi kami tidak berinvestasi di sana.”
Tapi ada satu hal yang bisa membujuk Buffett melirik saham teknologi. Ini juga yang mendorongnya membeli saham IBM tahun lalu dan menjadi saham teknologi pertama dalam portofolionya. Apakah Buffett sudah keluar dari zona nyamannya? Tidak juga, tapi semata karena saham itu murah. “IBM cocok dengan semua prinsip saya, saham yang ingin kami miliki selamanya,”
NEW YORK. Kepada sebuah wawancara
dengan CNBC, Warren Buffett mengungkapkan bahwa Berkshire Hathaway adalah saham
paling bodoh yang pernah dibelinya. Ia bahkan menyebut pembelian perusahaan
tekstil di tahun 1964 itu sebuah blunder bernilai US$ 200 miliar. Pembelian itu
semata timbul dari keinginannya untuk membalas dendam kepada CEO Berkshire yang
mencoba mengelabuinya.
Kata Buffett, perusahaan holding-nya
seharusnya kini bisa bernilai dua kali lipat dari nilainya sekarang, yaitu
sekitar US$ 200 miliar, jika saja dulu ia membeli perusahaan asuransi yang
bagus bukannya perusahaan tekstil yang sekarat.
Alkisah, tahun 1962, Buffett masih
menjalankan sebuah kemitraan kecil untuk mengelola dana kelolaan nasabah
sekitar US$ 7 juta. Kemitraan ini kalau di masa sekarang disebut hedge fund.
Lalu tampaklah olehnya sebuah saham
yang murah berdasarkan modal kerja dan lain sebagainya. Masalahnya, itu adalah
saham sebuah perusahaan tekstil yang bisnisnya sedang menurun selama
bertahun-tahun. "Aslinya adalah perusahaan besar, dan mereka menutup satu
pabrik setelah yang lain. Setiap kali mereka menutup pabrik, mereka akan
menggunakan dananya untuk membeli kembali saham mereka," kisah Buffett.
Jadi, ketika Berkshire hendak
menutup satu pabrik lagi, Buffett segera membeli saham tersebut. Lalu ia
menjualnya lagi ke perusahaan itu dan mengantongi untung lumayan.
Buffett mulai mengakumulasi saham
itu sampai tahun 1964 ia sudah memiliki cukup banyak saham Berkshire. Ketika ia
mengunjungi manajemen, CEO Berkshire Seabury Stanton berkata bahwa Berkshire
akan menjual sejumlah pabrik lagi. Lantas uangnya akan digunakan untuk membeli
saham dalam tender offer yang akan diadakan perusahaan.
Ia menatap Buffett dan bertanya,
"Pada harga berapa Anda akan menjual saham Anda?" Buffett menjawab,
"11,50." Stanton berkata, "Apakah Anda berjanji akan menjualnya
pada 11,50?" Buffett berkata, "Tuan Stanton, Anda bisa memegang
kata-kata saya bahwa jika Anda melakukan tender offer dalam waktu dekat,
saya akan menjual saham saya di 11,50."
Sebulan kemudian, Buffett menerima
sebuah surat. Pemberitahuan tender offer dari Berkshire Hathaway dengan
harga...US$ 11,888. "Jika surat itu menyatakan US$ 11,50 saya sudah pasti
menjual saham saya. Tapi ini membuat saya jengkel. Jadi saya pergi dan mulai
memborong saham itu dan menjadi pengendali perusahaan, dan memecat
Stanton," tuturnya sambil tertawa.
Cerita belum usai. Pada tahun 1967,
Buffett melihat sebuah perusahaan asuransi bagus lalu ia membelinya sebagai
aset Berkshire. "Saya seharusnya membelinya untuk sebuah entitas
perusahaan baru," sesalnya. Sebab, Berkshire masih diberatkan oleh
aset-aset tekstil yang busuk.
Buffett berusaha membangun bisnis
demi bisnis di atas Berkshire. Namun, aset tekstil yang mati suri itu selalu menjadi
hambatan. "Dan selama 20 tahun, saya meperjuangkan bisnis tekstil sebelum
akhirnya saya menyerah," akunya.
Ia mengatakan, daripada mengucurkan
semua uang ke dalam bisnis tekstil, semestinya ia mulai dengan sebuah
perusahaan investasi. Jika saja itu yang terjadi, kata dia, Berkshire bisa
bernilai dua kali lipat nilainya sekarang.
Meskipun begitu, investasi terbodoh
Buffett pun berbuah manis. Buffett pertama kali membeli Berkshire seharga US$
7,6 per saham. Sekarang harga saham Berkshire kelas A sudah mencapai US$
128.475. Silakan hitung sendiri berapa keuntungan Buffett.
1. Membeli saham sama dengan membeli
bisnis
Jika sebuah bisnis berkinerja bagus,
harga sahamnya akan mengikuti.;
Bagaimana mengetahui bisnis yang
bagus? Pertama-tama, Anda harus mengerjakan PR, yaitu riset
fundamental perusahaan tersebut. Sebab, bagi Buffett, syarat mutlak
berinvestasi adalah mengerti bisnisnya dulu. Ia berulang kali menolak
berinvestasi di berbagai saham teknologi murah karena mengaku tak kenal
bisnisnya. “Risiko datang ketika Anda tidak tahu apa
yang Anda lakukan,” tuturnya.
Karena itu, Buffett juga menyarankan
untuk memastikan kekuatan manajemen perusahaan itu. Menurut buku ‘The Warren
Buffett Way', ia punya tiga pertanyaan menyangkut manajemen sebuah perusahaan.
Apakah mereka rasional? Apakah mereka mengakui kesalahan? Apakah mereka bisa
menahan tuntutan institusi? Buffett tak suka manajemen yang hanya mengikuti
arus dan mengkopi kompetitor.
2. Beli perusahaan yang menguntungkan
Buffett lebih suka berinvestasi pada perusahaan yang membukukan keuntungan
dengan konsisten. Artinya, dalam jangka panjang misalnya 10 tahun,
perusahaan itu konsisten meraup keuntungan.
Ia pun mengukur tingkat keuntungan
perusahaan misalnya dengan melihat return on equity (ROE), return on
invested capital (ROIC), dan margin laba perusahaan, lalu membandingkannya
dengan perusahaan kompetitor atau industri.
Tapi hati-hati, kadang perusahaan
dengan ROE tinggi memiliki utang yang besar pula. Buffett sangat menghindari
perusahaan macam ini. Ia pernah bilang, “Jika Anda berada di kapal yang bocor
kronis, energi untuk mengganti kapal bakal lebih produktif ketimbang energi
untuk menambal kebocoran.”
Catatan:
ROE = laba bersih/ekuitas
Margin laba = laba bersih/penjualan bersih
ROIC = (laba bersih-dividen)/total modal
Margin laba = laba bersih/penjualan bersih
ROIC = (laba bersih-dividen)/total modal
3. Beli saham bagus di harga murah
Harga adalah apa yang Anda bayarkan,
nilai adalah apa yang Anda dapatkan.
Jadi, belilah selalu saham yang
harganya lebih murah daripada nilai sebenarnya. Ini prinsip utama Buffett yang
ia pelajari dari guru favoritnya, Benjamin Graham. Caranya adalah cermat
memperhatikan fluktuasi pasar dan memanfaatkannya. Ketika
pasar serakah, Buffett cenderung menahan diri. Tapi sebaliknya, begitu pasar
takut, ia mulai menebar jala berburu saham bagus tapi murah. Strategi
kontrarian ini mudah diucapkan tapi pada kenyataannya sulit diterapkan. Sebab,
lazim terjadi emosi dan kepanikan akan menyergap investor di tengah situasi
buruk.
4.Berinvestasi jangka panjang
"Belilah hanya sesuatu yang
Anda akan benar-benar senang memegangnya jika pasar tutup selama 10 tahun.
Ketika membeli sebuah saham, Buffett
berpatokan akan menyimpannya dalam jangka panjang bahkan seumur hidupnya. Ia
menyimpan sejumlah saham yang tak pernah ia jual sampai sekarang seperti
Coca-Cola, GEICO, dan Washington Post.
5. Economic moat
Buffett menemukan istilah baru ini,
yang secara harafiah berarti parit perlindungan ekonomi. Tapi yang dimaksud
Buffett adalah perusahaan yang punya keunggulan kompetitif. Perusahaan
bertipe economic moat dapat melindungi bisnisnya dari kompetitor karena
ia punya kelebihan tersendiri.
Kelebihan ini bisa berupa merek yang
kuat, paten, atau posisi geografis. Memakai prinsip ini, Buffett membeli
McDonalds, Coca Cola, dan P&G.
Di awal-awal periode ia berinvestasi, Warren Buffett berpatokan pada
strategi value investing yang diajarkan oleh Benjamin Graham. Namun
belakangan, terutama sejak tahun 1990, Buffett tidak murni lagi menjalankannya.Sang investor jenius mengakui, “Saya 85% Benjamin Graham, dan 15%-nya lagi Philip Fisher.”
Menurut buku ‘The Warren Buffett Way,” Buffett belajar mengenai margin of safety dari Graham. Yaitu, menggunakan acuan angka-angka kuantitatif untuk membeli saham perusahaan yang dijual lebih murah daripada modal kerja bersihnya.
Dari Fisher, Buffett menambahkan efek manajemen terhadap nilai bisnis perusahaan. Selain itu juga bahwa diversifikasi akan menambah risiko bukannya mengurangi. Sebab, lebih sulit untuk benar-benar mengamati semua telur yang berada di banyak keranjang.
Fisher juga menulari Buffett strategi growth investing. Investor beraliran growth investing biasanya mencari saham dengan menggunakan kriteria pertumbuhan EPS (earnings per share) atau pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan EPS sebesar minimal 10% per tahun selama 5 tahun terakhir bisa dijadikan kriteria memilih growth stock.
Umumnya growth investor kurang peduli terhadap kriteria PER. Mereka tetap nekad membeli saham yang memiliki PER jauh di atas rata-rata PER sektor. Bagi mereka, jika laba bersih saham bertumbuh pesat, maka ini bisa menjustifikasi harga mahal yang dibayar (PER tinggi).
Pada Tabel disajikan data pertumbuhan EPS per tahun untuk 25 saham unggulan, sebagian besar masuk dalam IDX 30 Index yang baru saja diluncurkan Bursa Efek Indonesia. Terlihat bahwa pertumbuhan EPS per tahun selama 5 tahun terakhir cukup tinggi (di atas 10% per tahun) untuk semua saham kecuali TLKM dan INCO.
Namun jika menggunakan data setahun terakhir, tidak semua saham unggulan bertumbuh di atas 10%, misalnya SMGR, TLKM, EXCL, INTP, INDF, AALI, PGAS, INCO, BUMI, CPIN. Investor harus berhati-hati untuk saham yang melambat pertumbuhannya, bahkan negatif.
Investor beraliran value investing berusaha mencari saham berfundamental bagus dengan harga murah. Analoginya, membeli alat bermain ski di musim panas. Kriteria utama memilih value stock adalah PER (Price Earnings Ratio). Cari saham dengan harga yang relatif rendah jika dibandingkan dengan EPS-nya. PER sebesar 10 kali artinya, jika EPS perusahaan tidak bertumbuh maka perlu 10 tahun untuk mengembalikan dana pembelian saham tersebut.
Saat terjadi market crash tahun 2008, banyak saham unggulan yang PER-nya anjlok. ASII, misalnya, hanya memiliki PER kurang dari 5 kali. Saat ini PER ASII sudah menjadi 3 kali lipat. Jika investor membeli saham ASII atau saham unggulan lain saat itu, niscaya keuntungan yang diperoleh amat memuaskan.
Pada Tabel terlihat bahwa lebih dari separuh saham unggulan memiliki PER di atas 15 kali. PER sebesar 15 kali sering dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah IHSG sudah overvalued atau belum. Namun perbandingan dengan PER saham lain dalam sektor yang sama harus dilihat juga.
Mengawinkan value dan growth investing
Buffett sendiri ternyata mengawinkan kedua strategi ini. Dengan bahasa sederhana, ia membeli saham yang bertumbuh cepat pada harga yang masih murah.
Investor lain yang memadukan value dan growth investing adalah Peter Lynch yang mengelola Fidelity. Ia menyebutnya sebagai konsep Growth at a Reasonable Price (GARP).
GARP menggunakan indikator PEG (Price Earnings Growth) Ratio. Formula untuk menghitung PEG Ratio adalah PER dibagi dengan angka persentase ekspektasi pertumbuhan EPS per tahun. Saham yang bagus menurut Lynch adalah yang memiliki PEG Ratio di bawah 1. Artinya, ekspektasi pertumbuhan EPS harus lebih tinggi daripada PER.
Ekspektasi EPS bisa dihitung dari data pertumbuhan EPS tahunan selama 5 hingga 10 tahun terakhir. Sebagai tambahan, pertumbuhan EPS setahun terakhir bisa dijadikan filter final untuk mengkonfirmasi keputusan membeli. Data tentang PER dan EPS bisa diperoleh dari berbagai sumber seperti www.reuters.com, www.idx.co.id.
Misalnya, pada tabel, saham ASII memiliki PER 15,23 kali dan pertumbuhan EPS 36,8% per tahun (dari data 5 tahun terakhir). PEG Ratio adalah 0,41 yang berarti bagus. Namun jika menggunakan pertumbuhan EPS setahun terakhir (hanya 23,8%), PEG Ratio naik menjadi 0,68. Investor perlu menganalisis mengapa pertumbuhan EPS tahun terakhir melambat? Jika pertumbuhan yang melambat ini diyakini akan berlanjut, sebaiknya investor berhati-hati karena PEG Ratio sudah berada di ambang batas.
Di Tabel terlihat pertumbuhan EPS saham BBRI adalah 28,96% dan saham BBCA adalah 20,83%. Namun BBCA memiliki PER lebih tinggi dari BBRI. Maka PEG Ratio BBRI (0,39) lebih rendah dari BBCA (0,81), yang berarti saham BBRI lebih bagus. Ini juga dikonfirmasi oleh pertumbuhan EPS tahun terakhir saham BBRI yang di atas BBCA. PEG Ratio menjadi 0,33 melawan 0,61.
Dengan GARP kita punya acuan sederhana untuk mencari cuan. Cari saham yang tumbuh namun dengan harga murah. Selamat berburu.
Saham
|
PER
|
EPS growth (5year)
|
EPS growth (1year)
|
PEG Ratio (5year)
|
PEG Ratio (1year)
|
ASII
|
15.23
|
36.8
|
23.8
|
0.41
|
0.64
|
GGRM
|
21.32
|
37.17
|
18.03
|
0.57
|
1.18
|
BBRI
|
11.2
|
28.96
|
33.52
|
0.39
|
0.33
|
KLBF
|
22.79
|
18.87
|
15.22
|
1.21
|
1.50
|
UNTR
|
12.31
|
40.73
|
48.01
|
0.30
|
0.26
|
UNVR
|
44.06
|
19.32
|
22.92
|
2.28
|
1.92
|
SMGR
|
18.7
|
24.82
|
8.04
|
0.75
|
2.33
|
JSMR
|
26.21
|
23.78
|
12.23
|
1.10
|
2.14
|
TLKM
|
16.06
|
0.45
|
-4.58
|
35.69
|
-3.51
|
EXCL
|
21.24
|
29.31
|
-2.2
|
0.72
|
-9.65
|
ITMG
|
7.48
|
88.02
|
167.51
|
0.08
|
0.04
|
BMRI
|
14.64
|
35.51
|
22.59
|
0.41
|
0.65
|
BBCA
|
16.78
|
20.83
|
27.6
|
0.81
|
0.61
|
INTP
|
18.79
|
43.42
|
11.53
|
0.43
|
1.63
|
BSDE
|
19.51
|
46.83
|
39.9
|
0.42
|
0.49
|
INDF
|
14.88
|
43.89
|
4.21
|
0.34
|
3.53
|
AALI
|
16.35
|
25.03
|
19.28
|
0.65
|
0.85
|
LSIP
|
12.03
|
41.2
|
64.66
|
0.29
|
0.19
|
SMCB
|
18.75
|
43.3
|
28.34
|
0.43
|
0.66
|
CMNP
|
10.03
|
24.05
|
19.71
|
0.42
|
0.51
|
PGAS
|
13.03
|
25.09
|
-1.4
|
0.52
|
-9.31
|
INCO
|
24.84
|
-8.25
|
-23.69
|
-3.01
|
-1.05
|
BDMN
|
14.4
|
14.26
|
14.17
|
1.01
|
1.02
|
CPIN
|
17.32
|
67.69
|
6.7
|
0.26
|
2.59
|
PTBA
|
11.37
|
44.76
|
53.61
|
0.25
|
0.21
|
JAKARTA. Warren Buffett meraih
status orang terkaya di muka bumi tahun 2008 silam berkat kepiawaiannya
berinvestasi. Strategi investasinya pun tak rumit-rumit amat. Kalau
diperhatikan, Buffett hanya menerapkan analisis fundamental sederhana. Namun,
ia berhasil karena ia sangat tenang, sabar, dan konsisten dalam menjalankannya.
Akan tetapi, kritik terhadap
strategi ini adalah tak semua investor punya kesabaran, waktu, dan modal
sebesar Buffett. Lebih-lebih investor pemula.
Di Indonesia, belakangan ini,
investor ritel pemula lebih banyak menggunakan analisis teknikal atau melakukan
trading jangka pendek. Terlebih saat ini berkembang teknologi online trading
yang memungkinkan pelaku pasar menjalankan transaksi dengan cepat dan real
time.
“Saat ini 80% memang memakai
analisis teknikal (TA) dan hanya sekitar 20% investor yang setia memakai
analisis fundamental (FA),” tutur Budi Frensidi, Dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia sekaligus praktisi saham.
Menurutnya, kedua analisis ini
sama-sama relevan. TA lebih untuk menentukan kapan saat yang baik untuk masuk,
sementara FA untuk memilih saham. “Menggunakan TA orang bisa mencari tahu market
timing, sehingga tidak takut membeli dengan harga mahal, kalau nanti bisa
menjual dengan harga lebih mahal lagi,” jelasnya. Sayangnya, investor pemula
lebih sering kejeblos karena salah memperkirakan.
Meski begitu, lebih banyak pihak
yang senang pada penggunaan TA. Sebab, TA akan mendorong investor
melakukan trading sehingga tentunya bursa semakin ramai dengan transaksi.
“Semuanya senang, trader, BEI, dan bertransaksi. Kalau banyak yang pakai FA dan
bermain jangka panjang, pasar malah akan jadi sepi,” imbuhnya.
Pasalnya, kata dia, kelemahan FA
adalah tidak memperhatikan sentimen pasar di jangka pendek. Bisa jadi, harga
saham menyimpang dari nilai sebenarnya bahkan selama satu dua tahun, padahal investor
sudah hendak menggunakan uangnya. Belum tentu investor ritel pemula kuat iman
dan kuat modal mengalami yang seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar