Senin, 15 April 2013
Sekali membentak, milyaran sel anak 'musnah' !
"Tahukan
Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun
sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh
lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan
mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1
pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel
otak saat itu juga."
Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan
merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot,
berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada
masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan
membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang
sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut
sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah.

Efek dari gelombang ketiga ini adalah sifat destruktifnya terhadap sel-sel otak orang yang dituju. Dalam satu kali bentakan saja, sejumlah sel-sel otak orang yang dijadikan target akan mengalami kerusakan saat dia terkena gelombang ini, baik bila dia mendengar suaranya atau pun tidak. Hal ini karena gelombang ketiga ini tetap merambat sebagaimana dia gelombang suara tapi langsung ditangkap oleh otak sebagaimana gelombang otak.
Efek kerusakan pada sel-sel otak akan lebih besar pada anak-anak yang dijadikan sasaran bentakan ini. Pada remaja dan orang dewasa mengalami kerusakan yang tidak sebesar anak-anak, tapi tetap saja terjadi kerusakan.
Efek jangka panjangnya dapat dilihat pada orang-orang yang sering mengalami bentakan di masa lalunya. Mereka lebih banyak melamun serta termasuk lambat dalam memahami sesuatu. Orang-orang ini biasanya mudah meluapkan emosi negatif seperti marah, panik atau sedih. Mereka biasanya seringkali mengalami stress hingga depresi dalam hidup, karena kesulitan memahami pola-pola masalah yang mereka hadapi. Semuanya akibat dari sel-sel otaknya yang aktif lebih sedikit dari yang seharusnya.
Oleh karena itu, sebagai orang tua, pendidik, ataupun orang yang lebih
tua dari 'mereka', sebaiknya memilih sikap yang lebih kreatif dalam
menghadapi tingkah anak yang mungkin kurang baik. Seringkali orang tua
bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.
Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan
anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang
dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda
dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak
dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah
menggunakan tolok ukur orang dewasa.
Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan
kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai,
terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu.
Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya,
orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak
mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi
mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian
negatif harus seimbang.
Mari
yuk selalu memberi pujian tulus dan pelukan kasih sayang kepada
anak-anak kita agar kelak menjadi anak yang cerdas berjiwa penuh kasih
sayang.